Refleksi
Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika oleh Dr. Marsigit, MA.
Filsafat seringkali diartikan sebagai pola pikir,
refleksi diri dan juga sebagai ilmu kebijakan. Dalam mempelajari filsafat
sebaiknya tetapkan terlebih dahulu spiritual sebagai fondamen dalam hidup. Karena
terkadang ilmu pengetahuan yang telah dikuasai akan mengganggu spiritual yang
dimiliki. Sebagai contoh, beberapa ilmuwan dari negara barat mengembangkan
ilmunya untuk meneliti keberadaan Tuhan, keberadaan roh, dan bahkan membuat
alat untuk melindungi diri agar terhindar dari “Kiamat”. Hal ini jelas terlihat
bahwa penggunaan ilmu pengetahuan telah disalahgunakan. Seharusnya penggunaan
ilmu pengetahuan adalah untuk melengkapi dan memaknai, sehingga kita senantiasa
bersyukur kepada Tuhan.
Mempelajari filsafat, berangkat dari hal-hal yang
sepele, dan ada di sekitar kita. Karena obyek dari filsafat adalah segala yang
ada dan yang mungkin ada. Maksud dari segala yang ada adalah segala hal yang
telah kita ketahui. Sedangkan maksud dari segala yang mungkin ada adalah segala
hal yang belum kita ketahui. Jadi, obyek kajian filsafat begitu luas dan
mendalam. Alat yang digunakan untuk mempelajari filsafat yaitu bahasa analog,
bahasa yang lebih dari sekedar bahasa kiasan. Sedangkan metode untuk
mempelajari filsafat yaitu hermeneutika (menterjemahkan dan diterjemahkan).
Berpikir dalam mempelajari filsafat ada dua macam,
yaitu berpikir secara intensif dan berpikir secara ekstensif. Kita telah
mengerti arti kata intensif, yaitu berpikir sedalam-dalamnya. Dalam berfilsafat
sangat dibutuhkan pemikiran yang intensif. Selain berpikir intensif kita juga
harus berpikir secara ekstensif yaitu berpikir seluas-luasnya. Jika kita hanya
berpikir intensif atau ekstensif saja maka masih banyak hal yang tentunya belum kita ketahui dan kita kuasai.
Pertanyaan:
1. Apakah makna dari filsafat menjembatani antara pengetahuan (pikiran) dan hati (spiritual)?
2. Berpikir intensif dan ekstensif haruskah selalu berjalan beriringan?
3. Bagaimana contoh konkretnya jika kita hanya berpikir intensif atau ekstensif saja?
Pertanyaan:
1. Apakah makna dari filsafat menjembatani antara pengetahuan (pikiran) dan hati (spiritual)?
2. Berpikir intensif dan ekstensif haruskah selalu berjalan beriringan?
3. Bagaimana contoh konkretnya jika kita hanya berpikir intensif atau ekstensif saja?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar