Selasa, 13 November 2012

Dialog Para Cantraka


Oleh :   Yuli Sulistyowati                     (12709251061)
Miftakhus Sholikhah               (12709251063)
 Pertanyaan 1: 
Menurut anda, seberapa krusial kah peran filsafat dalam pembangunan bangsa ini?
Jawaban:        
Itu maksudnya peranan penting kan? Menurut saya filsafat itu sangat penting dalam pembangunan bangsa. Seperti yang pernah dijelaskan oleh Pak Marsigit dalam elegi berjudul Forum Tanya Jawab 53: Dialog Filsafat yang mengibaratkan pendidikan sebagai gerbong kereta api. Dalam hal ini saya ibaratkan pembangunan bangsa sebagai gerbong kereta api. Filsafat itu saya ibaratkan sebagai helikopter pengawal gerbong kereta api. Para pembangun bangsa saya ibaratkan penumpang kereta api. Maka bagaimana mungkin penumpang kereta api bisa mengetahui semua sudut-sudut gerbong kereta api dalam perjalanannya. Maka haruslah penumpang kereta api itu keluar dari gerbong, kemudian keluar naik helikopter untuk mengikuti dan memonitor laju perjalanan kereta api itu. Maka orang yang telah mempelajari filsafat akan jauh lebih kritis dan kreatif dalam upaya membangun bangsa.
Tanggapan:
Memang benar yang dikatakan oleh saudari Yuli bahwa filsafat itu ibarat helikopter yang memandu dan memonitor jalannya kereta api atau dalam hal ini pembangunan bangsa. Mengapa filsafat itu memandu? Karena filsafat selalu menggunakan landasan hati dan pikiran, dimana keduanya sangat sangatlah penting dalam memecahkan setiap permasalahan kehidupan ini, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika setiap warga dari suatu bangsa mengerti dan menyadari pentingnya peranan filsafat dalam kehidupan, baik pemimpin, para menteri, rakyat dan semuanya, maka kehidupan berbangsa ini akan sangat harmonis, karena Filsafat itu bersifat open-ended dan dengan menggunakan ilmu tersebut dalam berbangsa dan bernegara, maka setiap komponen bangsa saling bersifat terbuka untuk menerima dan menghargai kritik, saran, dan pendapat dari orang lain.
 Pertanyaan 2:
Bagaimana tanggapan anda dengan kalimat “orang pinter kalah dengan orang “bejo” (beruntung)”
Jawaban:
“Wong pinter kalah karo wong bejo”. Apa ya? Tiada “bejo” (keberuntungan) yang terlepas dari kehendak Allah. Menurut saya pepatah itu menyampaikan pesan moral bahwasannya tidak ada orang yang lebih baik, lebih benar, lebih mulia, dan lebih beruntung kecuali orang yang mendapatkan keberuntungan, karena pertolongan dari Allah. Semua yang terjadi adalah yang terbaik, karena Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita dari pada kita sendiri. Kita yang merasa pintar, cerdas, serta mampu dalam segala hal sering kali merasa bahwa segala sesuatunya bisa dicapai dengan mudah. Justru itulah rasa percaya diri yang begitu tinggi seakan memberikan kesan kesombongan. Padahal jika Allah sudah berkehendak orang yang kurang pintar, kurang cerdas, dan kurang mampu dalam melakukan segala hal pun bisa lebih mudah untuk mencapai segala sesuatunya.
Tanggapan:
Ya...orang bejo itu adalah orang yang mendapat pertolongan dan kemudahan dari Allah SWT. Sepandai, secerdas, atau sekuat apapun seseorang itu, akan kalah dengan yang namanya Kuasa Tuhan. Memang terkadang orang yang pandai, serdas, mempunyai kuasa, dan yang merasa memiliki segalanya berpikir bahwa dia mampu melakukan apapun dengan apa yang dia miliki. Dengan sombongnya, dia tidak menyadari dari mana semua yang dia miliki itu berasal, yaitu dari Tuhan. Dengan demikian, mungkin dia juga lupa bahwa Tuhan mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang tak terbatas. Oleh karena itu, orang yang mendapat pertolongan Tuhan akan memperoleh kemenangan dari pada orang pintar.

Pertanyaan 3:
Bagaiman tanggapan anda dengan kalimat “ Duniamu itu seperti apa yang ada dalam pikiranmu”?
Jawaban:
Duniamu itu seperti apa yang ada dalam pikiranmu” berarti duniaku itu sama seperti apa yang ada dalam pikiranku. Seperti kalimat “Allah itu akan mengikuti prasangka hambaNya”. Bagaimana saya memikirkan dunia maka seperti itulah dunia. Jika saya memikirkan bahwa dunia itu indah dengan gunung-gunung yang menjulang tinggi, dengan hamparan permadani hijau yang membentang, dengan lembah-lembah dan ngarai-ngarai yang menyejukkan mata, yah seperti itulah dunia. Jika saya memikirkan bahwa dunia itu penuh ramai, sesak dengan aktivitas, ribut dengan tugas-tugas, penuh dengan kelelahan, yah seperti itulah dunia.
Tanggapan:
Ya...dunia itu memang seperti apa yang ada dalam pikiran kita. Dunia dalam pikiranku belum tentu sama dengan dunia dalam pikiranmu. Kita mempunyai keterbatasan dalam mengetahui seperti apakah dunia itu secara kasat mata, tetapi kita mempunyai kemampuan berpikir dan melakukan perjalanan imajiner dengan pikiran kita. Sehingga kita berpendapat ya memang dunia itu sama seperti yang ada dalam pikiranku. Oleh karena itulah kita selalu mendapat nasehat agar kita selalu berpikir positif terhadap sesuatu.

Pertanyaan 4:
Bisanya hati mencerminkan spiritual seseorang. Menurut tanggapan anda, bagaimana jika seseorang mempunyai hati yang baik tetapi spiritualnya kurang baik?
Jawaban:
Saya menjadi teringat dengan pepatah yang mengatakan “dalamnya laut dapat di duga namun dalamnya hati siapa yang tahu”, siapa si yang tahu apa isi hati seseorang? Ketika dia menunjukkan senyum di wajahnya, apakah benar menjamin bahwa hatinya juga tersenyum? Apakah ungkapan kata “aku bahagia” itu bisa mencerminkan sebenar-benar kebahagiaan di hatinya. Menurutku itu belum cukup. Karena ketika saya bahagia, ucapkan kata “aku bahagia” tidaklah cukup untuk mencerminkan kebahagiaan yang ada dalam hati saya.
Tiada yang tahu apa sesungguhnya isi hati seseorang, hanya Dialah Allah yang Maha Tahu. Hati dan spiritualitas bisa jadi berkaitan dan berbanding lurus, bila hati seseorang baik maka baik pula spritualitasnya, jika spiritualitasnya baik maka baik pula hatinya demikian selanjutnya. Bisa jadi kita melihat isi hati seseorang dari spiritualitasnya. Namun perlu kita ingat bahwa spiritual seseorang yang kita lihat itu belum tentu apa yang sesungguhnya mencerminkan isi hatinya. Bisa jadi dia gemar bersedekah, namun dia lakukan hanya untuk menarik masa di saat kampanye. Bisa jadi dia rajin solat, puasa, hanya untuk mendapatkan pujian orang lain. Tidak ada jaminan bahwa apa yang kita lihat itu mencerminkan hati seseorang.
Tanggapan:
Memang tak pernah ada yang tahu tentang sifat-sifat sebenarnya dari seseorang, apalagi orang lain, bahkan diri kita sendiri juga tak pernah tahu seperti apa kita ini. Dalam hal ini, saya juga kurang memahami mengenai hati yang baik tetapi spiritualnya kurang baik. Kalau seperti itu mungkin saja hatinya sebenarnya kurang baik, tetapi terlihat baik. Atau mungkin juga spiritualnya sebenarnya baik, tetapi terlihat kurang baik. Karena memang kita tak pernah tahu seperti apa sebenarnya orang lain.
Pertanyaan 5:
Apa itu hakekat cinta?
Jawaban:
Hmm,... Cinta. Cinta itu keindahan. Cinta itu kebahagiaan. Cinta itu bunga mawar merah. Cinta itu kepercayaan. Cinta itu pengorbanan. Cinta itu pengertian. Cinta itu anugerah. Cinta itu senyuman. Cinta itu tanpa kebosanan. Cinta itu ehm...Cinta itu perjuangan. Cinta itu pemahaman. Cinta itu ketundukan. Cinta itu persaudaraan. Cinta itu ikatan. Dan cinta itu persahabatan.  
Tanggapan:
Memang kita tak akan pernah bisa mendefinisikan apa itu cinta secara tepat. Karena cinta itu melibatkan perasaan, dan perasaan orang yang satu dengan perasaan orang lain itu berbeda. Jadi wajar saja kita mengartikan cinta dengan istilah yang begitu banyak dan kita tak tahu mana kalimat yang tepat untuk menggambarkan apa itu cinta. Bahkan saya teringat guru bahasa Indonesia SMA saya dulu berkata, bahwa ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu, maka kita tak akan pernah bisa menjelaskan arti cinta yang kita rasakan. Dan apabila ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu dengan begitu banyak alasan dan penjelasan tentang cinta itu sendiri, maka itu bukan lah cinta yang sebenarnya. Karena cinta itu tidak butuh penjelasan.

Pertanyaan 6:
Menurut anda, apakah yang salah, ketika banyak siswa mengatakan bahwa matematika itu sulit. Apakh salah kurikulumnya? Apakah salah gurunya? Apakah salah siswa-siswanya? Atau yang lainnya?
Jawaban:
Apa ya, terkadang saya pun mengatakan matematika itu sulit. Ya karena saya juga siswa kali ya. Saya mengatakan “matematika itu sulit” di saat saya memang belum bisa mengerjakan soal atau di saat saya berusaha memahami suatu materi matematika tapi saya tidak paham-paham. Namun, bila ditelisik lebih dalam lagi ternyata benar yang dikatakan Prof. Lim bahwa “matematika itu tantangan”.
Jadi, ketika seorang siswa mengatakan bahwa “matematika itu sulit”, saya pikir hal itu dikarenakan siswa mengalami ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan memahami, ketidakberdayaan mengerjakan soal, ketidakberdayaan mengemukakan apa yang dia pahami, atau pun ketidakberdayaan-ketidakberdayaan yang lain.
Jika membicarakan siapa yang salah, sepertinya semua sistem yang berkaitan dengan siswa memang perlu kita evaluasi. Baik itu kurikulum, guru, fasilitas sekolah, metode pembelajaran, atau bahkan siswa itu sendiri. Karena faktor penyebab siswa mengalami kesulitan itu bisa berasal dari berbagai faktor.
Tanggapan:
Jika kita memikirkan salah siapa semua ini, tidak akan pernah ada ujungnya. Hal ini seperti lingkaran setan yang mempertanyakan ayam dan telur duluan mana? Matematika memang menjadi pelajaran yang dinggap sulit oleh kebanyakan siswa. Dan kata sulit di sini bersifat relatif, sulit bagi sirinya belum tentu sulit bagi diriku karena seseorang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Sebenarnya, bagi seseorang yang selalu berpikir kritis dan pantang menyerah akan menganggap bahwa matematika itu tidak sulit, tetapi matematika itu menantang. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi maka seseorang akan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan matematika yang sedang dikerjakan. Kembali pada kalimat bahwa banyak siswa yang mengatakan matematika itu sulit. Dan memang benar hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Terlepas dari salah siapa semua ini, alangkah lebih baik jika kita selalu berusaha memperbaiki setiap komponen yang mempengaruhi. Entah metode pembelajaran, fasilitas belajar, atau sistem yang melingkupinya. Agar pendidikan pada bangsa ini semakin baik dan baik lagi untuk kedepannya.

Pertanyaan 7:
Menurut anda, bagaimana kurikulum yang baik dalam pendidikan?
Jawaban:
Kurikulum yang baik pada pendidikan menurut saya adalah kurikulum yang bisa memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar.  
Tanggapan:
Ya...memang kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam belajar. Selama ini kurikulum di Indonesia seringkali ganti-ganti, hal itu mungkin disebabkan karena kurikulum yang sebelumnya dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan siswa, sehingga diperbarui dengan kurikulum yang baru. Dan ternyata kurikulum baru pun belum seperti yang diharapkan, kemudian diganti lagi dengan kurikulum baru. Itulah mungkin usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang berwenang menangani semua ini dalam mencapai kurikulum yang baik dalam pendidikan.

Pertanyaan 8:
Bagaimana anda menjelaskan hubungan antara agama dan budaya?
Jawaban:
Agama dan budaya, menurut saya keduanya sama-sama menyimpan keindahan.
Tanggapan:
Dalam setiap agama, baik Islam, Katholik, Kristen, Hindu, maupun Budha pastilah terkandung beberapa budaya yang telah diatur dalam agama tersebut. Karena sesungguhnya agama itu telah mengatur semuanya yang ada dalam kehidupan, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Semua agama tanpa terkecuali. Dan karena budaya itu meruapakan salah satu unsur dari kehidupan dunia, maka agama pun telah mengaturnya. Pada zaman dahulu budaya digunakan para pemuka agama untuk mengenalkan dan untuk lebih mendekatkan agama itu sendiri kepada orang lain. Dan sampai sekarang budaya tersebut masih dapat kita rasakan dan dapat kita nikmati.
Pertanyaan 9:
Dalam beberap elegi, terdapat beberapa elegi yang memuat tentang gendhing jawa. Menurut anda apa hubungan antara filsafat dengan gendhing jawa?
Jawaban:
Sejujurnya saya memang belum membaca elegi yang terkait dengan gendhing jawa. Tapi menurut saya gending jawa itu melambangkan keharmonisan. Gending jawa itu terdiri dari berbagai macam alat musik, jika alat musik itu dipukul satu-satu secara individu maka akan menghasilkan suara yang tunggal dan kurang harmoni bila didengar, namun bila alat-alat musik itu dipukul secara bergantian sesuai dengan nada dan iramanya maka akan menghasilkan suara majemuk yang harmoni.
Tanggapan:
Filsafat dari gending jawa adalah harmoni yang sesuai ruang dan waktu. Perangkat gamelan menjadi unsur-unsur yang menciptakan harmoni ini. Ada Gong, kendang, slenthem, bonang, siter, dll. Apabila yang dimainkan hanya satu alat musik saja, maka tidak akan begitu menarik di telinga pendengarnya. Tetapi jika semua alat musik dimainkan secara bersama-sama dengan menggunakan irama, maka akan tercipta harmoni yang luar biasa. Jadi harmoni ini timbul dengan adanya kebersamaan. Hal ini bisa juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berkeluarga, bororganisasi, bahkan dalam suasana berbangsa dan bernegara. Kunci untuk bisa menciptakan harmoni dalam hal seperti ini adalah dengan bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain. Jika dalam keluarga, anak dapat merasakan apa yang orang tua mereka rasakan, dan orangtua dapat merasakan apa yang anak-anak mereka rasakan. Sehingga timbul rasa untuk saling menghargai  dan mengerti satu sama lain. Dan kebersamaan lah yang pasti tercipta diantara mereka, dan pada akhirnya keluarga harmonis yang selalu mereka inginkan dapat terwujud.

Pertanyaan 10:
Menurut anda, apakah pelajaran filsafat perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah? misalnya untuk SMA.
Jawaban:
Filsafat itu memang penting, tetapi menurut saya tidak perlu dimasukkan ke dalam kurikulum SMA. Tanpa tahu bahwa itu filsafat pun sebenarnya siswa telah belajar tentang filsafat, karena objek filsafat adalah sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Dan belajar filsafatnya anak SMA tidak perlu dijelaskan secara jelasnya bahwa itu filsafat, dikarenakan belajar filsafat itu harus disesuaikan dengan ruang dan waktunya.
Tanggapan:
Siswa SMA mungkin memang belum perlu untuk mendapatkan pelajaran filsafat seperti pelajaran lainnya. Tetapi memang sangat penting bagi siswa untuk dikenalkan atau mempelajari aspek-aspek yang terkandung dalam filsafat. Dan hal itu mungkin tidak kita sadari bahwa selama ini, ternyata di sekolah kita juga mempelajari nilai-nilai dalam filsafat. Dan memang benar bahwa obyek kajian filsafat adalah semua yang ada dan yang mungkin ada. Jadi secara tersirat, sesungguhnya siswa di sekolah juga telah mempelajari filsafat, tetapi mereka tidak menyadarinya.