Minggu, 16 Desember 2012

PERTANYAANKU, PENGETAHUANKU


Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika oleh Dr. Marsigit, MA.

Dalam kehidupan ini, begitu banyak misteri dan hal yang masih belum kita ketahui. Dan dari apa yang belum kita ketahui, akan menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak pikiran kita. sehingga ketika ada pertanyaan dalam benak kita, kita akan berpikir tentang pertanyaan tersebut. Oleh karena itu mengapa kita sering menyebut bahwa pertanyaan adalah awal dari sebuah ilmu. Ya, memang hal ini dikarenakan dengan sebuah pertanyaan kita berusaha mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung kita memperoleh ilmu pengetahuan.
Namun, perlu kita ketahui bahwa setiap pertanyaan itu berdimensi, makna dimensi dalam hal ini adalah meliputi dia terletak pada setiap pemikiran orang, jadi tergantung pemikiran masing-masing orang. Dan kita harus memahami bahwa setiap pertanyaan yang dikemukakan kepada orang lain juga harus melihat ruang dan waktu agar tidak menyinggung perasaan orang lain tersebut, dan tidak melanggar norma kesopanan yang ada. Berawal dari sebuah pertanyaan tadi, mungkin kita menemukan banyak jawaban atau jawaban lebih dari satu. Nah itu tergantung dari diri kita masing-masing manakah jawaban terbaik dari pertanyaan yang kita kemukakan.
Jika kita berbicara tentang pertanyaan, maka kita akan mengingat tentang teori psikologis siswa stimulus-respon. Dimana guru sering menggunakan stimulus berupa pertanyaan kepada siswa. Teori stimulus respon adalah teori lama, dan teori psikologis sekarang menggunakan holograpik. Holograpik itu tak terduga-duga munculnya dari mana, dari sudut pandang mana, dan dari  berbagai sumber. Dalam hal ini mungkin dapat kita katakan bahwa psikologis siswa ada kaitannya dengan intuisi yang dimiliki siswa tersebut. Intuisi seorang siswa sangat berperan penting dalam proses belajar. Seseorang yang memiliki intuisi baik, maka akan memiliki tingkat pemahaman pengetahuan baru yang baik pula. Karena dengan intuisi yang mereka miliki, mereka akan mengkonstruk pengetahuan baru yang mereka dapatkan.
Kemampuan siswa zaman sekarang bersifat terbuka, tidak seperti dulu dimana seorang siswa hanya terbelenggu oleh kekuasaan guru. Pada zaman sekarang ini, kemampuan siswa tidak hanya bergantung pada guru. Guru hanya sebagai fasilitator yang melayani siswa akan kebutuhan belajarnya. Sehingga siswa mempunyai kesempatan lebih besar untuk belajar dan mengeksplor kemampuan yang ada dalam dirinya. Sebagai guru juga harus menyadari akan hal itu. Guru harus menyadari bahwa siswa berhak untuk mengeksplor kemampuan yang mereka miliki, dan sebaiknya sebagai seorang guru jangan pernah merasa paling hebat dan paling benar, sehingga ketika ada seorang siswa yang menyampaikan pendapatnya kemudian disalahkan begitu saja oleh guru. hal tersebut merupakan hal yang tidak benar. Zaman sekarang siswa lebih pandai dari gurunya adalah sebuah kewajaran. Karena siswa saat ini mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk belajar.
Berbicara tentang belajar, maka kita akan membahas pula tentang pengetahuan. Pengetahuan itu dapat diperoleh dari hasil berpikir kritis. Dan manfaat akan sebuah pengetahuan itu luar biasa dalam kehidupan ini. Sehingga sering dikatakan bahwa knowledge is powerfull. Ya...memang, dalam proses belajar di sekolah pasti ada hambatannya. Misalkan di sekolah-sekolah daerah pelosok sana, mereka terhambat dalam hal keadaan, media pembelajaran, sumber belajar, dan fasilitas. Akan tetapi, jangan jadikan hal-hal tersebut sebagai halangan utama dalam pendidikan. Karena motivasi belajar yang sangat kuat dari para siswa dapat melewati halangan itu. Dan perlu diketahui bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kelas tidak harus selalu berupa teknologi canggih, tetapi bisa pula berupa karya hasil kreatifitas guru. Oleh karena itu, ini menjadi tugas bagi para calon guru bagaimana meningkatkan kreativitasnya.

Sabtu, 08 Desember 2012

PENINGKATAN SPIRITUALITAS DIRI


Refleksi Perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika oleh Dr. Marsigit, MA.
Tugas 27 November 2012

Berbicara masalah keyakinan dan kepercayaan akan suatu hal memang membutuhkan penjelasan. Dan mungkin penjelasan akan hal tersbut bisa dimulai dengan pertanyaan bagaimana meningkatkan spiritualitas? Bagaimana kita bisa mempercayai para Nabi dan para Rosul? Ya, memang ada beberapa cara untuk meningkatkan spiritualitas diri. Dengan mencari ilmu spiritual dari referensi, dan referensi yang paling benar adalah Al-Quran, karena apa yang tertulis dalam Al-Quran tidak mempunyai keraguan sedikitpun di dalamnya.
Al-Quran menjelaskan banyak hal. Al-Quran juga penuh dengan ilmu dan filsafat. Dalam ayat Al-Quran ada beberapa pertanyaan sebelum penjelasan akan sesuatu. Nah, dalam filsafat, kita mengetahui bahwa pertanyaan adalah awal dari sebuah ilmu. Penjelasan mengenai aqidah, akhlak, fiqih, kisah-kisah para Nabi dan Rosul dsb. Dari penjelasan yang ada dalam Al-Quran, akan meningkatkan pengetahuan kita, apa yang belum pernah kita tahu akan menjadi tahu, dan jika kita memang bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu yang ada dalam Al-Quran, maka hal itu akan meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT, kepada para malaikatNya, kepada para Nabi dan RosulNya, dsb.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita mengetahui betapa pentingnya mengajarkan ilmu spiritual kepada anak-anak sejak dari kecil. Mereka diajarkan untuk membaca Al-Quran, diberikan kisah-kish para Nabi dan Rosul, diajarkan tentang cara beribadah dsb. Karena semenjak kecil seorang anak sudah dikenalkan dengan ilmu spiritual, maka secara intuitif anak akan memahami spiritual dan  kemudian masuk ke hati menjadi sebuah keyakinan. Jadi semenjak dari kecil lah sebaiknya ditumbuhkan keimanan dan keyakinan seorang anak terhadap ajaran agamanya.
Dalam upaya untuk meningkatkan spiritualitas diri, memang ada beberapa hambatan, diantaranya sifat sombong, iri dengki, dendam, dan sifat-sifat buruk lainnya. Karena dibalik sifat-sifat buruk tersebut tersembunyi syetan yang senantiasa menggoda manusia untuk menjauhkan diri dari ajaran agama Allah SWT. Oleh karena itu, sebaiknya kita sebagai manusia membentengi diri dengan kabaikan-kebaikan. Jika dalam kehidupan ini, kita senantiasa mengupayakan hal-hal yang baik, dengan melandaskan hati pada spiritual, maka insyaallah kita menjadi semakin lebih baik dan lebih baik lagi kedepannya. Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Quran, bahwa sesungguhnya dalam diri setiap manusia ada guru sejati yang harus dijadikan panutan.

Minggu, 02 Desember 2012

FILSAFAT DAN PENDIDIKAN


           Keuntungan bagi seseorang yang belajar filsafat memang sangat banyak dan sangat penting bagi orang tersebut dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupannya. Kehidupan manusia itu memang kodratnya penuh dengan masalah. Masalah begitu banyak dan bervariasi. Dan terkadang dalam menghadapi masalah kita dihadapkan oleh beberapa pilihan, dan kita harus memilih. Nah, bagi seseorang yang belajar filsafat, apapun itu masalahnya, seberat apapun itu masalahnya, atau sebesar apapun itu masalahnya, dia akan menyadari bahwa masalah yang dia hadapi sebenarnya adalah masalah kecil, dan pasti dapat terselesaikan dengan baik. Kenapa orang yang belajar filsafat mempunyai keyakinan seperti itu? Ya...karena orang yang belajar filsafat selalu menggunakan landasan hati atau spiritual, dan menggunakan pikirannya dalam menghadapi segala permasalahan tersebut. Dia mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam mengambil keputusan, karena dia telah melakukan ikhtiarnya seoptimal yang bisa dia lakukan dan kemudian dia serahkan segalanya kepada Allah, karena dia menyadari bahwa Allah pasti memberikan jalan terbaik untuk setiap masalah yang dia hadapi. 
Tidak munafik, bahwa kekusaan terbesar di dunia yang sering disimbolkan dengan negara amerika, sangat mempengaruhi negara-negara lain, dan kekuasaan tersebut sering disebut dengan nama sang Powernow. Powernow menggunakan teknologi untuk menjajah ketidakberdayaan masyarakat, termasuk masyarakat indonesia. Begitu banyaknya permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas, salah satu diantaranya adalah masalah pendidikan. Dan melalui pendidikan pula, sang Powernow melancarkan aksinya. Bagaimana jadinya jika pendidikan yang seharusnya membentuk karakter atau menjadikan seorang anak lebih baik, telah dicampuri hal-hal lain yang mengatasnamakan pendidikan? Akan berbahaya jika orang-orang yang tidak mamahami pendidikan kemudian terlibat jauh dalam menentukan pendidikan suatu bangsa, bahakan lebih berbahaya lagi jika aturan yang diterapkan orang-orang itu ditiru oleh bangsa-bangsa lain.
Dalam pendidikan matematika, juga mempunyai masalah yang sama. Akan berbahaya jika orang-orang yang tidak memahami pendidikan dengan baik menentukan pendidikan matematika. Yang sering terjadi pada bangsa kita adalah seorang matematikawan murni yang menganggap enteng masalah pendidikan. Jika kurikulum pendidikan dibuat dengan tidak berdasar pada pengetahuan mengenai pendidikan itu sendiri, maka akan berakibat tidak baik bagi kelangsungan pendidikan dalam suatu bangsa. Misalnya, hal yang kita temui adalah seorang anak yang kehilangan intuisinya sejak dari kecil. Padahal perlu kita tahu bahwa intuisi seorang anak adalah 80% dari dirinya sendiri. Seorang matematikawan murni yang tidak mengetahui dan memahami dunia pendidikan, sebaiknya tidak terlalu jauh dalam terlibat pada pendidikan, karena dunia pendidikan sangat kompleks dan tidak bisa dijalani dengan pemikiran matematika murni. Pendidikan matematika tidak bisa dilakukan dengan cara mempelajari matematika dulu, kemudian beberapa bulan di ajarkan tentang ilmu pendidikan. Karena belajar tentang pendidikan matematika itu perlu proses dan tidak bisa secara instan.
Jika kita melihat sistem pendidikan di negara Amerika, terdapat program untuk menjadikan anak kecil dapat berpikir matematika selayaknya orang dewasa. Meskipun hal ini baik dalam hal pure matematikanya, tetapi hal ini tidaklah baik untuk perkembangan psikologi dan mental siswa yang pada akhirnya akan menjauhkan mereka dari kehidupan sosial anak-anak. Karena seorang anak pun membutuhkan waktu untuk bermain dan menikmati indahnya masa kecil. Sayangnya, Indonesia juga terlihat meniru gaya kehidupan pendidikan negara Amerika. Lalu, bagaimana nasib anak-anak Indonesia kelak ketika semenjak kecil kondisi psikologis dan mentalnya sudah tidak baik? Dan bagaimana nasib bangsa kita jika calon-calon pemimpinnya tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang jauh dari lingkungan sosial. Apakah bisa memimpin bangsa itu dengan baik? itulah yang menjadi pertanyaan besar bagi kita.
Isu dan wacana di Indonesia yang sekarang sering dibicarakan adalah mengenai kurikulum selanjutnya yang akan dibuat dengan basis teknologi. Ini mungkin akan berat bagi siswa-siswa dan para guru.  Itulah salah satu akibat dari jauhnya keterlibatan orang-orang yang bukan dari lingkungan pendidikan atau orang-orang yang tidak memahami pendidikan dengan baik. Lalu dimana posisi orang-orang pendidikan kita? Akan dibawa kemana pendidikan kita? Dan apa yang bisa dilakukan orang-orang yang paham tentang pendidikan akan hal ini?
Seperti yang kita tahu, bahwa masalah korupsi, narkoba, politik, perang, kerusuhan, bukan ranahnya anak kecil untuk memikirkannya. Itu adalah masalah yang perlu dipikirkan oleh orang dewasa. Tetapi kita juga tahu, bahwa sebagian dari hal-hal tersebut telah dimasukkan dalm kurikulum pendidikan. Mungkin tujuannya memang agar anak tahu sedini mungkin tentang masalah-masalah tersebut. Tetapi sebaiknya bukan dengan cara memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan, karena seperti yang tadi dikatakan bahwa permasalahan-permasalahan bukan ranahnya anak-anak. Dan tidak perlu untuk dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.
Jika kita merenungkannya, kita akan menyadari bahwa bangsa Indonesia itu memang sedang sakit. Dari segi politik, ekonomi, sosial dsb. Termasuk juga dengan pendidikan. Pendidikan kacau karena politiknya kacau. Sedangkan politik itu kacau karena tidak konsisten. Dan terjadinya ketidakkonsistenan adalah karena mudah tergoda atau mudah terpengaruh. Problem bangsa ini adalah bangsa yang sedang mencari jati diri dan belum ketemu juga jati diri bangsa ini. Dan karena Indonesia ini sangatlah luas, maka memang sulit juga penanganannya. Katanya indonesia ini adalah negara demokrasi, tetapi pada kenyataannya untuk bidang pendidikan belum bisa dikatakan demokrasi. Memang jika berbicara permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia tidak akan ada habisnya. Tetapi yang menjadi tugas kita adalah memikirkan dan melaksanakan upaya-upaya untuk perbaikan pendidikan di masa depan.